Menjaga Bumi (Alam/Lingkungan) Dari Kerusakan
Allah Ta'ala menciptakan alam ini bukan tanpa tujuan. Alam ini diciptakan bukan dengan sia-sia tapi tujuan utamanya sebagai sarana bagi manusia untuk melaksanakan tugas pokoknya yang merupakan tujuan diciptakan jin dan manusia. Yaitu untuk tempat beribadah hanya kepada Allah semata. Allah Ta’ala berfirman :
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(Yaitu) Orang-orang yang mengingat Allâh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran : 191)
Syariat Islam sangat memperhatikan kelestarian alam, meskipun dalam jihad fi sabîlillah. Kaum Muslimin tidak diperbolehkan membakar dan menebangi pohon tanpa alasan dan keperluan yang jelas. Kita dilarang membuat kerusakan di muka bumi ataupun melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa menyebabkan kerusakan di Bumi yaitu kesyirikan, maksiat ataupun berlaku zhalim terhadap makhluk dan lingkungan sekitar. Kita juga dilarang menyiksa ataupun membunuh hewan tanpa tujuan yang benar
Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang kita saksikan sekarang itu akibat dari perbuatan umat manusia. Allah Ta'ala berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rum : 41)
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya, “Zaid ibnu Rafi' mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Telah tampak kerusakan. (Ar-Rum: 41) Yakni dengan terputusnya hujan yang tidak menyirami bumi, akhirnya timbullah paceklik; sedangkan yang dimaksud dengan al-bahr ialah hewan-hewan bumi.
{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ}
"(Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia.) Yaitu dengan berkurangnya hasil tanam-tanaman dan buah-buahan karena banyak perbuatan maksiat yang dikerjakan oleh para penghuninya.
Abul Aliyah mengatakan bahwa barang siapa yang berbuat durhaka kepada Allah di bumi, berarti dia telah berbuat kerusakan di bumi, karena terpeliharanya kelestarian bumi dan langit adalah dengan ketaatan. Karena itu, disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud yang bunyinya:
"لَحَدٌّ يُقَامُ فِي الْأَرْضِ أَحَبُّ إِلَى أَهْلِهَا مِنْ أَنْ يُمْطَرُوا أَرْبَعِينَ صَبَاحًا"
(Sesungguhnya suatu hukuman had yang ditegakkan di bumi lebih disukai oleh para penghuninya daripada mereka mendapat hujan selama empat puluh hari.)
Dikatakan demikian karena bila hukuman-hukuman had ditegakkan, maka semua orang atau sebagian besar dari mereka atau banyak dari kalangan mereka yang menahan diri dari perbuatan maksiat dan perbuatan-perbuatan yang diharamkan. Apabila perbuatan-perbuatan maksiat ditinggalkan, maka hal itu menjadi penyebab turunnya berkah dari langit dan juga dari bumi." (lihat tafsir Ibnu Katsir).
Kebanyakan musibah-musibah yang Allâh timpakan atas manusia sekarang ini disebabkan perbuatan dosa yang mereka lakukan. Barangkali ada yang bertanya apakah maksiat yang tidak ada sangkut pautnya dengan alam bisa juga merusak alam ? Jawabnya, ya bisa. Bukankah Hajar Aswad menghitam karena maksiat yang dilakukan oleh manusia ? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
نَزَلَ الحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الجَنَّّةِ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ الثَّلْجِ ، فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ
Hajar Aswad turun dari surga lebih putih warnanya daripada salju, lalu menjadi hitam karena dosa-dosa anak Adam. (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (I/166), Ibnu Khuzaimah (I/271).)
Allah memberi manusia tanggung jawab untuk memakmurkan bumi ini, mengatur kehidupan lingkungan hidup yang baik dan tertata. Oleh karena itu kita sebagai umat muslim seharusnya memahami arti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup dan alam semesta diantarannya dengan menanam pohon dan bercocok tanam yang baik.
Al-Qurthubi berkata dalam tafsirnya, “Bercocok tanam termasuk fardhu kifayah. Imam (penguasa) berkewajiban mendesak rakyatnya untuk bercocok tanam dan yang semakna dengan itu, seperti menanam pohon.” (lihat Tafsîr al-Qurthubi III/306).
Untuk memotivasi umat agar gemar menanam pohon, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا مِنْ مُسْلِمٍ غَرَسَ غَرْسًا فَأَكَلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ أَوْ دَابَّةٌ إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
"Muslim mana saja yang menanam sebuah pohon lalu ada orang atau hewan yang memakan dari pohon tersebut, niscaya akan dituliskan baginya sebagai pahala sedekah." (HR Bukhari (6012).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda :
سبعٌ يجري للعبد أجرهن وهو في قبره بعد موته : من علَّم عِلْماً ، أو أجرى نهراً ، أو حَفَر بئراً ، أو غرس نخلاً أو بنى مسجداً ، أو ورَّث مصحفاً ، أو ترك ولداً يستغفر له بعد موته
“Ada tujuh amalan yang akan mengalir pahalanya bagi seorang hamba, meskipun ia berbaring di lubang kuburan setelah meninggal: (1) mengajarkan ilmu, (2) mengalirkan air sungai, (3) membuat sumur, (4) menanam kurma, (5) membangun masjid, (6) membagikan mushaf Al-Qur’an, atau (7) meninggalkan anak yang akan memintakan ampun baginya setelah ia mati. “ (HR. Al-Bazzar. Dinilai hasan oleh Al-Albani)
Perbuatan menebang pohon, menggunduli hutan, membuang limbah ke sungai, membakar areal hutan, penggunaan pertisida yang melampaui batas dan lain-lainnya sudah jelas termasuk perbuatan merusak alam yang bisa mendatangkan bencana bagi umat manusia. Banjir bandang, erosi, tanah longsor, kekeringan, pemanasan global adalah beberapa diantara akibatnya. Namun sadarkah kita, bahwa kerusakan alam bukan hanya karena faktor-faktor riil seperti itu saja. Kekufuran, syirik, bid'ah dan kemaksiatan juga punya andil paling besar dalam memperparah kerusakan alam. Bukankah banjir besar yang melanda kaum Nuh Alaihissallam disebabkan kekufuran dan penolakan mereka terhadap dakwah Nabi Nuh Alaihissallam? Demikian juga bumi dibalikkan atas kaum Luth sehingga yang atas menjadi bawah dan yang bawah menjadi atas, juga disebabkan kemaksiatan yang mereka lakukan. Sebaliknya, keimanan, ketaatan dan keadilan juga berperan bagi kebaikan dan keberkahan bumi.
Apabila manusia tidak segera kembali kepada agama Allah dan Sunnah Nabi-Nya, maka berkah itu akan berganti menjadi musibah. Hujan yang sejatinya Allah turunkan untuk membawa keberkahan dimuka bumi, namun karena ulah manusia itu sendiri justru bisa membawa berbagai bencana bagi manusia. Banjir, tanah longsor dan beragam bencana bisa muncul saat musim hujan tiba. Bahkan di tempat-tempat yang biasanya tidak banjir sekarang menjadi langganan banjir. Tidakkah manusia mau menyadarinya? Atau manusia terlalu egois memikirkan diri sendiri tanpa mau menyadari pentingnya menjaga alam sekitar yang bakal kita wariskan kepada generasi mendatang?
Maka hendaknya marilah kita selalu berupaya menjauhi semua perkara yang bisa menjadi penyebab kerusakan di muka bumi yaitu kesyirikan, bid'ah, kemaksiatan, ataupun kezhaliman-kezhaliman terhadap makhluk dan lingkungan alam. Allah Ta’ala berfirman :
وَلَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَٰحِهَا وَٱدْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ ٱلْمُحْسِنِينَ
"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS. Al A'raf : 56)
Allah Ta'ala menciptakan alam ini bukan tanpa tujuan. Alam ini diciptakan bukan dengan sia-sia tapi tujuan utamanya sebagai sarana bagi manusia untuk melaksanakan tugas pokoknya yang merupakan tujuan diciptakan jin dan manusia. Yaitu untuk tempat beribadah hanya kepada Allah semata. Allah Ta’ala berfirman :
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(Yaitu) Orang-orang yang mengingat Allâh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran : 191)
Syariat Islam sangat memperhatikan kelestarian alam, meskipun dalam jihad fi sabîlillah. Kaum Muslimin tidak diperbolehkan membakar dan menebangi pohon tanpa alasan dan keperluan yang jelas. Kita dilarang membuat kerusakan di muka bumi ataupun melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa menyebabkan kerusakan di Bumi yaitu kesyirikan, maksiat ataupun berlaku zhalim terhadap makhluk dan lingkungan sekitar. Kita juga dilarang menyiksa ataupun membunuh hewan tanpa tujuan yang benar
Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang kita saksikan sekarang itu akibat dari perbuatan umat manusia. Allah Ta'ala berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rum : 41)
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya, “Zaid ibnu Rafi' mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Telah tampak kerusakan. (Ar-Rum: 41) Yakni dengan terputusnya hujan yang tidak menyirami bumi, akhirnya timbullah paceklik; sedangkan yang dimaksud dengan al-bahr ialah hewan-hewan bumi.
{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ}
"(Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia.) Yaitu dengan berkurangnya hasil tanam-tanaman dan buah-buahan karena banyak perbuatan maksiat yang dikerjakan oleh para penghuninya.
Abul Aliyah mengatakan bahwa barang siapa yang berbuat durhaka kepada Allah di bumi, berarti dia telah berbuat kerusakan di bumi, karena terpeliharanya kelestarian bumi dan langit adalah dengan ketaatan. Karena itu, disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud yang bunyinya:
"لَحَدٌّ يُقَامُ فِي الْأَرْضِ أَحَبُّ إِلَى أَهْلِهَا مِنْ أَنْ يُمْطَرُوا أَرْبَعِينَ صَبَاحًا"
(Sesungguhnya suatu hukuman had yang ditegakkan di bumi lebih disukai oleh para penghuninya daripada mereka mendapat hujan selama empat puluh hari.)
Dikatakan demikian karena bila hukuman-hukuman had ditegakkan, maka semua orang atau sebagian besar dari mereka atau banyak dari kalangan mereka yang menahan diri dari perbuatan maksiat dan perbuatan-perbuatan yang diharamkan. Apabila perbuatan-perbuatan maksiat ditinggalkan, maka hal itu menjadi penyebab turunnya berkah dari langit dan juga dari bumi." (lihat tafsir Ibnu Katsir).
Kebanyakan musibah-musibah yang Allâh timpakan atas manusia sekarang ini disebabkan perbuatan dosa yang mereka lakukan. Barangkali ada yang bertanya apakah maksiat yang tidak ada sangkut pautnya dengan alam bisa juga merusak alam ? Jawabnya, ya bisa. Bukankah Hajar Aswad menghitam karena maksiat yang dilakukan oleh manusia ? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
نَزَلَ الحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الجَنَّّةِ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ الثَّلْجِ ، فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ
Hajar Aswad turun dari surga lebih putih warnanya daripada salju, lalu menjadi hitam karena dosa-dosa anak Adam. (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (I/166), Ibnu Khuzaimah (I/271).)
Allah memberi manusia tanggung jawab untuk memakmurkan bumi ini, mengatur kehidupan lingkungan hidup yang baik dan tertata. Oleh karena itu kita sebagai umat muslim seharusnya memahami arti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup dan alam semesta diantarannya dengan menanam pohon dan bercocok tanam yang baik.
Al-Qurthubi berkata dalam tafsirnya, “Bercocok tanam termasuk fardhu kifayah. Imam (penguasa) berkewajiban mendesak rakyatnya untuk bercocok tanam dan yang semakna dengan itu, seperti menanam pohon.” (lihat Tafsîr al-Qurthubi III/306).
Untuk memotivasi umat agar gemar menanam pohon, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا مِنْ مُسْلِمٍ غَرَسَ غَرْسًا فَأَكَلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ أَوْ دَابَّةٌ إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
"Muslim mana saja yang menanam sebuah pohon lalu ada orang atau hewan yang memakan dari pohon tersebut, niscaya akan dituliskan baginya sebagai pahala sedekah." (HR Bukhari (6012).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda :
سبعٌ يجري للعبد أجرهن وهو في قبره بعد موته : من علَّم عِلْماً ، أو أجرى نهراً ، أو حَفَر بئراً ، أو غرس نخلاً أو بنى مسجداً ، أو ورَّث مصحفاً ، أو ترك ولداً يستغفر له بعد موته
“Ada tujuh amalan yang akan mengalir pahalanya bagi seorang hamba, meskipun ia berbaring di lubang kuburan setelah meninggal: (1) mengajarkan ilmu, (2) mengalirkan air sungai, (3) membuat sumur, (4) menanam kurma, (5) membangun masjid, (6) membagikan mushaf Al-Qur’an, atau (7) meninggalkan anak yang akan memintakan ampun baginya setelah ia mati. “ (HR. Al-Bazzar. Dinilai hasan oleh Al-Albani)
Perbuatan menebang pohon, menggunduli hutan, membuang limbah ke sungai, membakar areal hutan, penggunaan pertisida yang melampaui batas dan lain-lainnya sudah jelas termasuk perbuatan merusak alam yang bisa mendatangkan bencana bagi umat manusia. Banjir bandang, erosi, tanah longsor, kekeringan, pemanasan global adalah beberapa diantara akibatnya. Namun sadarkah kita, bahwa kerusakan alam bukan hanya karena faktor-faktor riil seperti itu saja. Kekufuran, syirik, bid'ah dan kemaksiatan juga punya andil paling besar dalam memperparah kerusakan alam. Bukankah banjir besar yang melanda kaum Nuh Alaihissallam disebabkan kekufuran dan penolakan mereka terhadap dakwah Nabi Nuh Alaihissallam? Demikian juga bumi dibalikkan atas kaum Luth sehingga yang atas menjadi bawah dan yang bawah menjadi atas, juga disebabkan kemaksiatan yang mereka lakukan. Sebaliknya, keimanan, ketaatan dan keadilan juga berperan bagi kebaikan dan keberkahan bumi.
Apabila manusia tidak segera kembali kepada agama Allah dan Sunnah Nabi-Nya, maka berkah itu akan berganti menjadi musibah. Hujan yang sejatinya Allah turunkan untuk membawa keberkahan dimuka bumi, namun karena ulah manusia itu sendiri justru bisa membawa berbagai bencana bagi manusia. Banjir, tanah longsor dan beragam bencana bisa muncul saat musim hujan tiba. Bahkan di tempat-tempat yang biasanya tidak banjir sekarang menjadi langganan banjir. Tidakkah manusia mau menyadarinya? Atau manusia terlalu egois memikirkan diri sendiri tanpa mau menyadari pentingnya menjaga alam sekitar yang bakal kita wariskan kepada generasi mendatang?
Maka hendaknya marilah kita selalu berupaya menjauhi semua perkara yang bisa menjadi penyebab kerusakan di muka bumi yaitu kesyirikan, bid'ah, kemaksiatan, ataupun kezhaliman-kezhaliman terhadap makhluk dan lingkungan alam. Allah Ta’ala berfirman :
وَلَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَٰحِهَا وَٱدْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ ٱلْمُحْسِنِينَ
"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS. Al A'raf : 56)